Kamis, 17 Juli 2025
Kenaikan BBM
Kenaikan BBM Pertamax, Langkah Ekonomi Atau Beban Rakyat?

Kenaikan BBM Pertamax, Langkah Ekonomi Atau Beban Rakyat?

Kenaikan BBM Pertamax, Langkah Ekonomi Atau Beban Rakyat?

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Kenaikan BBM
Kenaikan BBM Pertamax, Langkah Ekonomi Atau Beban Rakyat?

Kenaikan BBM Telah Di Resmikan Mulai 1 Juli 2025, Oleh PT Pertamina (Persero), Secara Resmi Menaikkan Harga Berbagai Jenis BBM Non‑Subsidi. termasuk Pertamax (RON 92), dari Rp 12.100 per liter menjadi Rp 12.500 per liter. Penyesuaian ini berlaku merata di hampir seluruh wilayah Indonesia, termasuk DKI Jakarta, Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua .

Harga varian lain seperti Pertamax Green (RON 95) naik menjadi Rp 13.250, Pertamax Turbo (RON 98) menjadi Rp 13.500, Dexlite menjadi Rp 13.320–13.650, dan Pertamina Dex menjadi Rp 13.650 per liter. Sementara BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar tetap stabil di harga lama, yaitu Rp 10.000 dan Rp 6.800 per liter.

Penyesuaian ini merupakan implementasi Keputusan Menteri ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022, yang mengatur formula dasar harga jual eceran BBM. Evaluasi di lakukan setiap awal bulan berdasarkan perubahan harga minyak dunia, kurs, dan biaya distribusi.

Kenaikan BBM Rp 400 per liter untuk Pertamax berdampak langsung pada biaya operasional kendaraan. Misalnya, mobil LCGC berkapasitas tangki 36 liter kini perlu mengeluarkan sekitar Rp 450.000 untuk pengisian penuh—peningkatan signifikan di banding sebelumnya sekitar Rp 435.600.

Untuk sektor transportasi, Kenaikan BBM ini meningkatkan biaya logistik. Pengusaha angkutan barang, taksi, ojek online, dan travel kemungkinan perlu menyesuaikan tarif untuk menutupi naiknya ongkos bahan bakar. Di sisi rumah tangga, konsumen umum yang menggunakan Pertamax juga merasakan kenaikan pengeluaran harian untuk kendaraan pribadi.

Pertamina mengatakan penyesuaian ini mengikuti regulasi dan bertujuan menjaga keberlanjutan pasokan BBM non-subsidi sambil menjaga BBM bersubsidi tetap terjangkau. Kementerian ESDM mendukung mekanisme ini sebagai bentuk respons terhadap kondisi pasar global.

Kenaikan harga Pertamax dan sejenisnya merupakan penyesuaian berkala berbasis formula pemerintah dan dinamika pasar. Meski berdampak langsung pada pengeluaran pengguna, subsidi tetap dipertahankan untuk BBM Rakyat. Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga ketahanan energi nasional agar pasokan BBM tetap lancar tanpa membebani anggaran negara.

Alasan Utama Mengapa Harga Pertamax Naik

Kenaikan harga Pertamax yang terjadi pada 1 Juli 2025 bukan tanpa alasan. Sejumlah faktor mendasari penyesuaian harga BBM non-subsidi ini, dan semuanya berkaitan dengan mekanisme pasar global, kebijakan pemerintah, serta keberlanjutan operasional penyedia BBM. Berikut adalah beberapa Alasan Utama Mengapa Harga Pertamax Naik:

  1. Mengacu pada Harga Minyak Dunia

Harga BBM non-subsidi seperti Pertamax di tentukan oleh harga minyak mentah dunia (crude oil). Ketika harga minyak internasional naik, maka biaya pengadaan bahan baku BBM juga meningkat. Hal ini langsung memengaruhi harga jual BBM di dalam negeri, termasuk Pertamax.

  1. Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga sangat mempengaruhi harga BBM. Sebagian besar minyak mentah dibeli dengan dolar, sehingga ketika rupiah melemah, biaya impor BBM akan naik, dan itu di bebankan pada harga jual seperti Pertamax.

  1. Regulasi Pemerintah: Keputusan Menteri ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022

Kenaikan harga Pertamax juga merupakan bentuk implementasi dari regulasi resmi pemerintah yang menetapkan formula dasar perhitungan harga jual eceran BBM umum. Formula ini memperhitungkan biaya produksi, distribusi, margin, serta pajak.

  1. BBM Non-Subsidi Mengikuti Mekanisme Pasar

Pertamax adalah jenis BBM non-subsidi, artinya harganya tidak ditentukan secara tetap oleh pemerintah seperti halnya Pertalite atau Solar subsidi. Sebaliknya, harga Pertamax mengikuti perkembangan pasar setiap awal bulan.

  1. Menjaga Keberlangsungan Pasokan

PT Pertamina menaikkan harga BBM non-subsidi sebagai bentuk penyesuaian agar operasional tetap berkelanjutan. Dengan harga yang disesuaikan secara berkala, Pertamina tetap mampu menjamin pasokan BBM yang berkualitas tinggi bagi masyarakat, tanpa mengandalkan subsidi negara.

Kenaikan harga Pertamax merupakan konsekuensi logis dari dinamika harga minyak dunia, fluktuasi nilai tukar, dan regulasi pasar energi. Meskipun berdampak pada konsumen, kebijakan ini diperlukan demi menjaga kestabilan pasokan energi nasional tanpa membebani APBN secara berlebihan.

Kenaikan BBM Ini Memberikan Sejumlah Dampak Bagi Para Penggunanya

Kenaikan BBM Ini Memberikan Sejumlah Dampak Bagi Para Penggunanya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena Pertamax termasuk BBM non-subsidi yang di gunakan oleh banyak pemilik kendaraan pribadi dan komersial, penyesuaian harga ini akan memengaruhi berbagai aspek kehidupan, khususnya dari sisi ekonomi dan perilaku konsumsi. Berikut dampak-dampaknya:

  1. Kenaikan Biaya Operasional Kendaraan

Dampak paling langsung dirasakan oleh pemilik kendaraan pribadi yang menggunakan Pertamax, seperti mobil dan motor kelas menengah ke atas. Kenaikan harga per liter membuat pengeluaran rutin untuk bahan bakar ikut bertambah, terutama bagi mereka yang menggunakan kendaraan setiap hari.

Contoh: Jika sebelumnya biaya isi penuh tangki mobil LCGC sekitar Rp435.000, kini bisa mencapai Rp450.000 atau lebih. Jumlah ini tentu bertambah signifikan dalam jangka panjang.

  1. Perubahan Pola Konsumsi BBM

Konsumen cenderung mempertimbangkan ulang penggunaan BBM non-subsidi. Banyak pengguna mungkin beralih dari Pertamax ke Pertalite yang lebih murah, meski kualitasnya berbeda. Hal ini bisa menyebabkan penurunan konsumsi BBM berkualitas tinggi dan menambah tekanan pada pasokan BBM subsidi.

  1. Dampak pada Transportasi Umum dan Ojek Online

Sektor transportasi, seperti taksi, ojek online, dan angkutan travel, juga terdampak. Kenaikan biaya BBM mendorong potensi kenaikan tarif jasa transportasi, yang pada akhirnya berimbas pada konsumen akhir.

  1. Kenaikan Biaya Distribusi Barang

Pelaku usaha logistik dan distribusi yang menggunakan kendaraan berbahan bakar Pertamax juga akan mengalami peningkatan ongkos operasional. Hal ini bisa memicu kenaikan harga barang, terutama barang konsumsi yang bergantung pada distribusi darat.

  1. Tekanan pada Konsumen Menengah

Konsumen menengah, yang umumnya menjadi pengguna utama BBM non-subsidi, akan merasakan tekanan finansial tambahan. Dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil, hal ini bisa memengaruhi daya beli dan pengeluaran lainnya.

Kenaikan Harga Pertamax Menimbulkan Beragam Reaksi Di Tengah Masyarakat

Kenaikan Harga Pertamax Menimbulkan Beragam Reaksi Di Tengah Masyarakat. Sebagai bahan bakar non-subsidi yang cukup populer di kalangan pengguna kendaraan pribadi, perubahan harga ini langsung terasa dampaknya oleh berbagai lapisan masyarakat.

  1. Keluhan dari Pengguna Kendaraan Pribadi

Sebagian besar pengguna kendaraan pribadi, khususnya yang terbiasa memakai Pertamax karena kualitasnya lebih tinggi di banding Pertalite, menyampaikan keluhan. Mereka merasa kenaikan sebesar Rp400 per liter cukup membebani pengeluaran bulanan. Banyak yang menyatakan di media sosial dan forum otomotif bahwa biaya harian atau mingguan untuk mobil mereka meningkat cukup tajam.

  1. Pertimbangan Beralih ke BBM Lebih Murah

Beberapa pengguna menyatakan akan beralih ke Pertalite atau mencari alternatif bahan bakar yang lebih terjangkau. Meski sadar bahwa kualitas pembakaran Pertamax lebih baik, sebagian masyarakat menilai kondisi ekonomi saat ini belum stabil, sehingga penghematan menjadi pilihan logis.

  1. Kekhawatiran Terhadap Dampak Rantai Ekonomi

Pelaku usaha kecil, pengemudi ojek online, dan pengemudi angkutan barang juga menyuarakan kekhawatiran. Mereka takut kenaikan BBM non-subsidi memicu biaya logistik yang lebih mahal, yang pada akhirnya bisa mendorong kenaikan harga barang kebutuhan pokok dan tarif transportasi.

  1. Tanggapan Netral dari Masyarakat Berpenghasilan Tinggi

Sebaliknya, kalangan menengah atas atau pemilik kendaraan premium cenderung menerima kenaikan ini sebagai hal yang wajar. Mereka memahami bahwa Pertamax adalah BBM non-subsidi yang mengikuti mekanisme pasar, dan kenaikan ini adalah bagian dari dinamika harga minyak dunia.

  1. Harapan Adanya Kompensasi atau Edukasi

Sebagian masyarakat berharap pemerintah dan Pertamina bisa memberi edukasi lebih luas terkait alasan kenaikan, serta menyediakan alternatif bahan bakar ramah lingkungan yang efisien dan terjangkau. Ada pula harapan agar Pertamax tetap di berikan insentif bagi pengguna kendaraan dengan spesifikasi mesin tinggi yang memang membutuhkan BBM berkualitas. Itulah tadi beberapa ulasan mengenai Kenaikan BBM.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait